Sorotan dan Kritik Terhadap Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar, Menengah dan Perguruan Tinggi
DOI:
https://doi.org/10.61595/edukais.2021.5.2.121-127Keywords:
Kata Kunci: Kreativitas; Kepemimpinan; Kepala Madrasah DiniyahAbstract
Madrasah diniyah merupakan proses pendidikan keagamaan yang ada disetiap pondok pesantren, maka kami tertarik untuk melakukan observasi dan penelitian tentang kegiatan pendidikan madrasah diniyah yang dilaksanakan setiap hari di pondok pesantren walisongo pontianak.
Hasil penelitian ini menghasilkan bahwa kegiatan belajar mengajar di madrasah diniyah walisongo pontianak memiliki kreativitas khusus yang diterapkan setiap harinya yaitu semua murid sebelum masuk madrasah harus mengikuti baris-berbaris dihalaman madrasah yang langsung di dampingi oleh semua guru madrasah dan keamanan pondok pesanren, tujuan baris berbaris adalah agar tercipta semangat dan kesiapan murid untuk mengikuti pelajaran di kelas masing-masing, kelebihan pada saat berlangsungnya baris-berbaris semua murid dan guru membaca doa secara bersama-sama yang di pimpin langsung oleh guru pendamping. Selain itu kreatifitas pembentukan karakter disiplin murid selalu diperhatikan agar menjadi sifat mulia pada dirinya sendiri dengan cara jam 08.00 semua murid sudah ada dalam kelas seraya menanti kedatangan guru, tentu persiapan sebelumnya sudah amat diperhitungkan, dari persiapan mandi, sarapan, yang dilanjut dengan baris berbaris. Begitu juga murid diharuskan melakukan sholat dhuha sebelum melakukan baris-berbaris dengan tujuan tercipta suasana religius sebelum masuk kelas. Kreativitas selanjutnya adalah kreativitas eksrakurikuler yang dibuat dan dilaksanakan dengan bentuk nuansa keagamaan seperti pelatihan tayammum, tajhizul mayyit, praktik wudlu dan pelatihan lainnya yang di bimbing langsung oleh guru madrasah. Menjadi sorot perhatian juga dalam kreativitas kepala madrasah dengan diadakan pelatihan tilawah yang dibimbing oleh tenaga pengajar tinkat nasional.
Kreativitas kepala madrasah atau guru madrasah bertujuan agar murid-muridnya merasakan senang dan semangat ketika mengikuti proses pembelajaran kitab-kitab klasik, kendatipun ditinjau dari mata pelajarannya membutuhkan keseriusan dan kesungguhan khusus karena kitab-kitabnya adalah kitab klasik yang sebagian santri kuno menyebutnya dengan kitab kuning atau disebut dengan kitab gundul yang tidak memiliki harkat dan arti seperti kitab fiqih (mabadi al-fiqhiyah, safinah an-najah, fathul qarib, fathu al-mu’in), kitab nahwu dan sharaf (al-jurumiyah, al-imrithy, dan ibn aqil/alfiyah) serta kitab-kitab lainnya sehingga metode dan keratifitas guru menjadikan penentu tercapainya tujuan pendidikan.